Langsung ke konten utama

Three Days of Happiness – ketika hidup bisa dibayar dengan harga per menit

Berapa harga hidupmu jika bisa dijual? Dan jika ternyata murah, apakah kamu masih mau menjalaninya? Dalam dunia yang mengukur segalanya dengan angka, novel ini mengajukan pertanyaan yang menampar. Three Days of Happiness bukan hanya cerita tentang hidup dan mati. Ini adalah kisah tentang pilihan untuk tetap bertahan bahkan saat dunia seolah tak peduli apakah kamu ada atau tidak.

Judul: Three Days of Happiness
Penulis: Miaki Sugaru
Penerbit: Clover
Tahun: 2020
Tebal: 256 Halaman
Harga: Rp. 79.000

Sinopsis
“Kalian pasti tahu kalau hidup manusia tak ternilai dan tak bisa ditukar dengan apa pun. Nah, sekarang coba bayangkan, jika hidup manusia bisa dihitung dengan uang, menurut kalian berapa nilainya?”

Kusunoki betul-betul sudah menyerah dengan hidupnya. Tak punya uang, tak punya teman, tak punya mimpi, dan tak ada hal spektakuler yang terjadi seperti janjinya pada Himeno, perempuan spesial dalam hidupnya sepuluh tahun lalu. Di saat seperti itu, dia mendengar mengenai sebuah toko yang bisa membeli sisa hidup.

Setelah mengetahui harga sisa hidupnya, akankah dia menjualnya?

Ulasan
Cerita ini bernafas pelan, seperti hembusan angin sore; tidak membuat panik, tapi terasa memilin setiap helai emosi. Miaki Sugaru membungkus tema berat—kesepian, nilai hidup, penyesalan—dalam bahasa yang terasa ringan, kadang sarkastis, namun tetap menusuk. Kusunoki mungkin terdengar sinis, tapi justru di sanalah letak kejujuran cerita ini.

Miyagi bukan hanya antarmuka polisi waktu. Ia adalah pengingat, cermin, dan mungkin harapan. Banyak pembaca mengatakan bahwa mereka tidak langsung menangis, tapi lambatnya rasa kehilangan itu mengendap, seperti residu emosi yang baru mereka sadari setelah menutup buku. Ada momen kekosongan, ada senyum kelam, serta refleksi tentang seberapa sadar kita menjalani hidup.

Ada ketenangan dalam merelakan hidup dengan harga yang tak bisa diukur oleh uang. Three Days of Happiness mengajarkan bahwa nilai hidup bukan hanya hitungan detik, tapi keintiman yang kita hadirkan, bahkan di saat waktu hampir habis. Maka jika kamu mencari bacaan yang mampu membuatmu merasakan arti dari setiap detik yang terlewat—begitu kamu membuka halaman pertama, yakinlah kamu sedang berdialog dengan nyawa sendiri.

Three Days of Happiness adalah novel yang sangat cocok untuk kamu yang sedang merasa kosong, kehilangan arah, atau sekadar ingin membaca sesuatu yang membuatmu diam cukup lama setelah menutup buku. Ini juga bacaan penting bagi para penulis, filsuf, atau siapa saja yang senang meraba sisi gelap kehidupan tanpa harus menenggelamkan diri dalam depresi. Karena Three Days of Happiness bukan ajakan untuk menyerah, melainkan undangan untuk menghargai momen kecil yang sebelumnya kita abaikan.

Seperti sinar matahari pagi di hari kerja. Seperti ucapan “selamat malam” yang dulu kamu anggap biasa.


Profil Penulis:
Miaki Sugaru (三秋縋), lahir tahun 1990 dari Prefektur Iwate dan kini tinggal di Saitama, adalah penulis Jepang yang dikenal lewat gaya bertutur yang menyentuh dan reflektif. Debut lewat novel Starting Over (2013), ia cepat meraih perhatian pembaca muda berkat narasi yang membaurkan tema bittersweet, kehilangan, dan pencarian jati diri. Gaya puitisnya, dialog yang natural, dan tema emosional berat namun menenteramkan, membuatnya dikenang sebagai salah satu suara penting dalam light novel modern Jepang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pulang - Kembali yang Tak Benar-Benar Kembali

PULANG Leila S. Chudori 472 halaman Harga: Rp. 102.000 Genre : Novels, historical, Romance, Indonesian Literature Ada pulang yang tak benar-benar kembali. Ada tanah air yang mencintaimu hanya jika kau diam.  Pulang  adalah perjalanan identitas dan pengasingan, ditulis dengan bahasa lirih namun tajam. Sinopsis: Paris, Mei 1968: Ketika revolusi mahasiswa berkecamuk di Paris, Dimas Suryo,  seorang eksil politik Indonesia bertemu Vivienne Deveraux, seorang mahasiswa Prancis yang ikut demonstrasi melawan pemerintah Prancis. Pada saat yang sama, Dimas menerima kabar dari Jakarta: Hananto Prawiro, sahabatnya, ditangkap tentara dan dinyatakan tewas.  Dimas merasa cemas dan gamang. Bersama puluhan wartawan dan seniman lain, dia tak bisa kembali ke Jakarta karena paspornya dicabut oleh pemerintah Indonesia. Sejak itu mereka mengelana tanpa status yang jelas dari Santiago ke Havana, ke Peking dan akhirnya mendarat di tanah Eropa untuk mendapatkan suaka dan menetap di s...

Summer In Seoul - Kisah cinta di Korea

Kamu pernah membayangkan jatuh cinta pada musim panas di Seoul? Summer in Seoul oleh Ilana Tan menghidupkan imaji itu lewat kisah penuh nuansa, drama Korea-style, dan perasaan yang tumbuh perlahan di antara hiruk pikuk ibu kota Korea. Gaya penulisannya ringan, hangat, dan penuh detail sensasi musim panas—seolah kamu mendengar tawa di balik deru kereta bawah tanah dan angin lembut dari Sungai Han. Judul : Summer in Seoul Penulis : Ilana Tan Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit : Oktober 2006 Tebal Halaman : 280 halaman Harga : Rp64.900–Rp89.000 Sinopsis: Jung Tae-Woo—penyanyi muda terkenal Seoul yang muncul kembali setelah empat tahun menghindari dunia  showbiz  . “Aku hanya ingin memintamu berfoto denganku sebagai pacarku,” kata Jung Tae-Woo pada gadis di hadapannya. Sandy alias Han Soon-Hee—gadis blasteran Indonesia-Korea yang sudah mengenali Jung Tae-Woo sejak awal, namun sedikit pun tidak terkesan. Sandy mengangkat wajahnya dan menatap laki-laki itu, lalu berkata...

Momiji — Saat Musim Gugur Menumbuhkan Keberanian

Apakah kau pernah mendengar seorang Patriot Bela Negara pergi ke Jepang dan berharap untuk bertemu seseorang yang diinginkannya? Dalam novel ini kamu akan menemui cerita tersebut. Sebuah cerita dengan keberanian dan kebebasan seperti daun maple Jepang yang gugur, menandai awal perjalanan jiwa yang berani berdiri sendiri. Judul: Momiji Penulis: Orizuka Penerbit: Inari Tahun Terbit: Mei 2017 Tebal: 210 halaman Harga: Rp59.000 Sinopsis: Patriot Bela Negara lelah punya nama seperti itu, terutama karena dia memiliki fisik dan mental yang sama sekali tidak seperti patriot, apalagi yang siap membela negara. Seumur hidupnya, Patriot diolok-olok hingga akhirnya dia memutuskan memberontak. Dia jadi gandrung Jepang, belajar bahasa Jepang, dan punya cita-cita pergi ke Jepang untuk bertemu Yamato Nadeshiko-tipe wanita ideal versi Jepang. Di usianya yang kedua puluh, Patriot akhirnya memilih lebih dekat dengan cita-citanya itu. Dia menginjakkan kaki di Jepang untuk ikut program pe...