BUMI MANUSIA
Pramoedya Ananta Toer
538 halaman
Harga: Rp. 115.000
Genre: Novel, klasik, historical
Di tengah arus deras kolonialisme yang menenggelamkan suara-suara pribumi, Bumi Manusia muncul sebagai pelita yang menyoroti perjuangan identitas dan cinta di tanah jajahan.
Sinopsis:Roman Tetralogi Buru mengambil latar belakang dan cikal
bakal bangsa Indonesia di awal abad ke-20. Dengan membaca
waktu kita dibalikkan sedemikian rupa dan hidup di era membibitnya pergerakan
nasional mula-mula, juga pertautan rasa, kegamangan jiwa, cinta, dan
pertarungan kekuatan anonim para srikandi yang mengawal penyemaian bangunan
nasional yang kemudian kelak melahirkan Indonesia modern.
Roman bagian pertama; Bumi Manusia , sebagai periode
penyemaian dan kegelisahan dimana Minke sebagai aktor sekaligus pencipta adalah
manusia berdarah priyayi yang semampu mungkin keluar dari kepompong kejawaannya
menuju manusia yang bebas dan merdeka, di sudut lain membelah jiwa ke-Eropa-an
yang menjadi simbol dan kiblat dari ketinggian pengetahuan dan peradaban.
Pram menggambarkan sebuah adegan antara Minke dengan ayahnya yang sangat
sentimentil: Aku mengangkat sembah sebagaimana biasa aku lihat dilakukan
punggawa terhadap kakekku dan nenekku dan orang tuaku, waktu lebaran. Dan yang
sekarang tak juga kuturunkan sebelum Bupati itu duduk enak di tempatnya. Dalam
mengangkat sembah serasa hilang seluruh ilmu dan pengetahuan yang kupelajari
tahun demi tahun belakangan ini. Hilangnya indahnya dunia sebagaimana
dijanjikan oleh kemajuan ilmu .... Sembah pengagungan pada leluhur dan pembesar
melalui perendahan dan pengungkapan diri! Sampai sedatar tanah kalau mungkin!
Eh, anak-cucuku tak kurelakan menjalani kehinaan ini.
“Kita kalah, Ma,” bisikku.
“Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, hormat-hormatnya.”
Ulasan:Buku ini adalah cermin sejarah pahit kaum pribumi. Karakter Nyai Ontosoroh
menjadi simbol kekuatan perempuan melawan ketidakadilan. Membaca Bumi
Manusia adalah pengalaman menggugah yang membuka kesadaran akan sejarah
dan perjuangan bangsa. Buku ini Sangat cocok untuk pencinta
sejarah dan seorang pembaca sastra serius. Namun, buku ini kurang cocok untuk
pembaca yang mencari bacaan ringan karena tebalnya buku ini dan cerita yang
diangkat di dalamnya cukup berbobot dan perlu pemahaman yang lebih untuk
membacanya agar kita dapat mengerti apa yang ingin ditunjukan oleh sang
penulis.
Profil Penulis:
Pramoedya Ananta Toer adalah seorang pengarang novel, cerita
pendek, esai, polemik, dan sejarah tanah air dan rakyatnya. Seorang penulis
yang disegani di Barat, tulisan-tulisan Pramoedya yang blak-blakan dan sering
kali bermuatan politis menghadapi sensor di tanah kelahirannya selama era
pra-reformasi. Karena menentang kebijakan presiden pendiri Sukarno, serta
kebijakan penggantinya, rezim Orde Baru Suharto, ia menghadapi hukuman di luar
hukum. Selama bertahun-tahun ia menderita penjara dan tahanan rumah, ia menjadi
penyebab terkenal bagi para pembela kebebasan berekspresi dan hak asasi
manusia.
Roman bagian pertama; Bumi Manusia , sebagai periode
penyemaian dan kegelisahan dimana Minke sebagai aktor sekaligus pencipta adalah
manusia berdarah priyayi yang semampu mungkin keluar dari kepompong kejawaannya
menuju manusia yang bebas dan merdeka, di sudut lain membelah jiwa ke-Eropa-an
yang menjadi simbol dan kiblat dari ketinggian pengetahuan dan peradaban.
Pram menggambarkan sebuah adegan antara Minke dengan ayahnya yang sangat
sentimentil: Aku mengangkat sembah sebagaimana biasa aku lihat dilakukan
punggawa terhadap kakekku dan nenekku dan orang tuaku, waktu lebaran. Dan yang
sekarang tak juga kuturunkan sebelum Bupati itu duduk enak di tempatnya. Dalam
mengangkat sembah serasa hilang seluruh ilmu dan pengetahuan yang kupelajari
tahun demi tahun belakangan ini. Hilangnya indahnya dunia sebagaimana
dijanjikan oleh kemajuan ilmu .... Sembah pengagungan pada leluhur dan pembesar
melalui perendahan dan pengungkapan diri! Sampai sedatar tanah kalau mungkin!
Eh, anak-cucuku tak kurelakan menjalani kehinaan ini.
“Kita kalah, Ma,” bisikku.
“Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaik-baiknya, hormat-hormatnya.”
Ulasan:
Buku ini adalah cermin sejarah pahit kaum pribumi. Karakter Nyai Ontosoroh
menjadi simbol kekuatan perempuan melawan ketidakadilan. Membaca Bumi
Manusia adalah pengalaman menggugah yang membuka kesadaran akan sejarah
dan perjuangan bangsa. Buku ini Sangat cocok untuk pencinta
sejarah dan seorang pembaca sastra serius. Namun, buku ini kurang cocok untuk
pembaca yang mencari bacaan ringan karena tebalnya buku ini dan cerita yang
diangkat di dalamnya cukup berbobot dan perlu pemahaman yang lebih untuk
membacanya agar kita dapat mengerti apa yang ingin ditunjukan oleh sang
penulis.
Profil Penulis:
Pramoedya Ananta Toer adalah seorang pengarang novel, cerita
pendek, esai, polemik, dan sejarah tanah air dan rakyatnya. Seorang penulis
yang disegani di Barat, tulisan-tulisan Pramoedya yang blak-blakan dan sering
kali bermuatan politis menghadapi sensor di tanah kelahirannya selama era
pra-reformasi. Karena menentang kebijakan presiden pendiri Sukarno, serta
kebijakan penggantinya, rezim Orde Baru Suharto, ia menghadapi hukuman di luar
hukum. Selama bertahun-tahun ia menderita penjara dan tahanan rumah, ia menjadi
penyebab terkenal bagi para pembela kebebasan berekspresi dan hak asasi
manusia.
Komentar
Posting Komentar