Langsung ke konten utama

I Can’t Talk So Smoothly – Luka yang Tidak Terlihat, Kata-kata yang Tak Pernah Sampai

Apa rasanya jika mulutmu tak bisa mengikuti hatimu? Jika setiap kalimat yang ingin kamu ucapkan, tersangkut di tenggorokan seperti duri yang tak pernah hilang? I Can’t Talk So Smoothly adalah kisah tentang mereka yang tidak lancar bicara, tapi punya dunia dalam kepala yang tak kalah megah. Tentang seseorang yang tak bisa mengucap “terima kasih” tanpa cemas, tapi menyimpan rasa sayang yang lebih dalam dari apa pun yang pernah terucap.

Judul: I Can’t Talk So Smoothly
Penulis: Naoya Shiino
Penerbit: Clover
Tahun: 2022
Tebal: 256 halaman
Harga: Rp. 68.000

Sinopsis
Pertama kali aku menyadari bahwa aku gagap adalah ketika mementaskan drama di usia 6 tahun. Dialogku hanya satu kalimat. Kalimat yang masih jelas kuingat sampai sekarang. “Selamat jalan, Pangeran!” Satu kalimat sederhana, dan aku gagal mengutarakan. Sejak kejadian itu, aku selalu diejek, ditertawakan, dan dikasihani. Aku tidak punya teman dan selalu sendirian. Namun setelah melihat selebaran klub siaran radio di hari pertama masuk SMP, aku ingin berubah...

"Kalian yang merasa tidak pandai bicara juga bisa bergabung dengan kami! Kami akan mengajarkan cara melafalkan kata secara benar! Dengan banyak latihan, kalian pasti bisa bicara dengan baik dan jelas!"

 Tapi.. rasanya tidak mungkin semulus itu kan?

Ulasan
Novel ini menceritakan tentang perjuangan seorang anak yang gagap dan punya keinginan begitu besar untuk sembuh tanpa merepotkan orang-orang di sekitarnya. Penulisnya, Naoya Shiino juga adalah orang yang gagap, jadi terasa sekali perjuangan dan pergulatan batin si tokoh utama menghadapi kegagalannya.

Naoya Shiino tidak menulis cerita ini untuk membuat pembaca merasa kasihan. Ia menulis dengan kelembutan yang jujur—tentang kegugupan, rasa malu, kecemasan sosial, dan perasaan terkurung dalam tubuh yang tidak bisa mengomunikasikan isi hati. Fujishiro bukan hanya mewakili orang dengan gagap, tapi siapa pun yang pernah merasa tidak bisa menjadi “versi normal” dari dirinya sendiri.

"Jadi kurasa yang membuat bicaramu terganggu itu adalah masalah hati atau pikiranmu saja. Kalau kau bisa mengubah itu, makak kau bisa sembuh."
-Hal 23

Yang membuat novel ini sangat menyentuh adalah betapa otentiknya suara Fujishiro. Kita merasakan frustrasinya, perjuangannya menaklukkan setiap huruf, dan terutama ketakutannya untuk menjadi bahan tertawaan. Tapi dalam keheningan dan jeda itu, kita juga belajar: komunikasi bukan soal kelancaran lidah, tapi keberanian hati.

Shiino menulis dengan irama yang tenang, tak berusaha dramatis. Tapi justru dalam kesederhanaan narasinya, kita diajak memahami bahwa bicara bukan sekadar suara. Kadang, satu senyuman atau kehadiran diam lebih berarti daripada sejuta kata yang terucap lancar.

I Can’t Talk So Smoothly adalah novel yang wajib dibaca untuk siapa pun yang pernah merasa "berbeda" Ini adalah novel tentang keberanian untuk tampil, meski suaramu bergetar. Tentang bagaimana cinta tidak selalu hadir dalam kalimat manis namun kadang hadir dalam diam, dalam keraguan, dan dalam usaha kecil untuk mencoba lagi dan lagi.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pulang - Kembali yang Tak Benar-Benar Kembali

PULANG Leila S. Chudori 472 halaman Harga: Rp. 102.000 Genre : Novels, historical, Romance, Indonesian Literature Ada pulang yang tak benar-benar kembali. Ada tanah air yang mencintaimu hanya jika kau diam.  Pulang  adalah perjalanan identitas dan pengasingan, ditulis dengan bahasa lirih namun tajam. Sinopsis: Paris, Mei 1968: Ketika revolusi mahasiswa berkecamuk di Paris, Dimas Suryo,  seorang eksil politik Indonesia bertemu Vivienne Deveraux, seorang mahasiswa Prancis yang ikut demonstrasi melawan pemerintah Prancis. Pada saat yang sama, Dimas menerima kabar dari Jakarta: Hananto Prawiro, sahabatnya, ditangkap tentara dan dinyatakan tewas.  Dimas merasa cemas dan gamang. Bersama puluhan wartawan dan seniman lain, dia tak bisa kembali ke Jakarta karena paspornya dicabut oleh pemerintah Indonesia. Sejak itu mereka mengelana tanpa status yang jelas dari Santiago ke Havana, ke Peking dan akhirnya mendarat di tanah Eropa untuk mendapatkan suaka dan menetap di s...

Summer In Seoul - Kisah cinta di Korea

Kamu pernah membayangkan jatuh cinta pada musim panas di Seoul? Summer in Seoul oleh Ilana Tan menghidupkan imaji itu lewat kisah penuh nuansa, drama Korea-style, dan perasaan yang tumbuh perlahan di antara hiruk pikuk ibu kota Korea. Gaya penulisannya ringan, hangat, dan penuh detail sensasi musim panas—seolah kamu mendengar tawa di balik deru kereta bawah tanah dan angin lembut dari Sungai Han. Judul : Summer in Seoul Penulis : Ilana Tan Penerbit : Gramedia Pustaka Utama Tahun Terbit : Oktober 2006 Tebal Halaman : 280 halaman Harga : Rp64.900–Rp89.000 Sinopsis: Jung Tae-Woo—penyanyi muda terkenal Seoul yang muncul kembali setelah empat tahun menghindari dunia  showbiz  . “Aku hanya ingin memintamu berfoto denganku sebagai pacarku,” kata Jung Tae-Woo pada gadis di hadapannya. Sandy alias Han Soon-Hee—gadis blasteran Indonesia-Korea yang sudah mengenali Jung Tae-Woo sejak awal, namun sedikit pun tidak terkesan. Sandy mengangkat wajahnya dan menatap laki-laki itu, lalu berkata...

Momiji — Saat Musim Gugur Menumbuhkan Keberanian

Apakah kau pernah mendengar seorang Patriot Bela Negara pergi ke Jepang dan berharap untuk bertemu seseorang yang diinginkannya? Dalam novel ini kamu akan menemui cerita tersebut. Sebuah cerita dengan keberanian dan kebebasan seperti daun maple Jepang yang gugur, menandai awal perjalanan jiwa yang berani berdiri sendiri. Judul: Momiji Penulis: Orizuka Penerbit: Inari Tahun Terbit: Mei 2017 Tebal: 210 halaman Harga: Rp59.000 Sinopsis: Patriot Bela Negara lelah punya nama seperti itu, terutama karena dia memiliki fisik dan mental yang sama sekali tidak seperti patriot, apalagi yang siap membela negara. Seumur hidupnya, Patriot diolok-olok hingga akhirnya dia memutuskan memberontak. Dia jadi gandrung Jepang, belajar bahasa Jepang, dan punya cita-cita pergi ke Jepang untuk bertemu Yamato Nadeshiko-tipe wanita ideal versi Jepang. Di usianya yang kedua puluh, Patriot akhirnya memilih lebih dekat dengan cita-citanya itu. Dia menginjakkan kaki di Jepang untuk ikut program pe...